Puluhan warga Kelurahan Punggolaka, Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra) menolak pembangunan gereja di lingkungan mereka, karena dinilai tidak memenuhi salah satu syarat yang tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri.
Namun, aksi penolakan warga tersebut tidak mengganggu jalannya proses peletakan batu pertama yang dilakukan Walikota Kendari, Asrun yang didampingi camat Puuwatu dan lurah Punggolaka serta panitia pembangunan Gereja di Kendari, Kamis.
Tokoh masyarakat setempat, Muh Amin Tombili mengatakan, pembangunan rumah ibadah harus berpedoman pada SKB tiga menteri, antara lain di sekitar pembangunan rumah ibadah harus dihuni minimal 60 warga penganut agama yang bersangkutan.
"Silahkan membangun jika persyaratan yang diamanatkan dalam SKB pada Bab IV pasal 13 dan 14 tentang pendirian rumah ibadah dipenuhi," ujar Amin Tombili.
Pihaknya mengakui, panitia pembangunan sudah tiga kali melakukan sosialisasi dengan tokoh agama dan masyarakat setempat, namun tidak pernah menghasilkan kesepakatan, sehingga rencana pembangunannya dianggap bertentangan dengan keputusan warga setempat.
"Kami tidak bermaksud menghalang-halangi pembangunan gereja ditempat ini, tetapi kami ingin sebelum dibangun pihak panitia sudah memperoleh dukungan dari warga setempat," katanya.
Warga hanya mengetahui bahwa lokasi pembangunan gereja tersebut selama ini dipasangi papan bertuliskan "jual tanah kapling", sehingga warga kaget saat mengetahui di lokasi tersebut akan dibangun gereja, sementara penganut gama Kristen di wilayah tersebut hanya sekitar 10 kepala keluarga (KK).
Ketua RT setempat, H Wahid mengakui sosialisasi yang dilakukan panitia dengan warga sekitar tidak pernah mencapai kesepakatan, sehingga pembangunannya diprotes.
Pihaknya membantah jika salah seorang warganya ikut memberikan tanda tangan sebagai wujud dukungan dibangunnnya gedung gereja wilayah tersebut.